Jumat, 24 April 2009

kelinci

Potensi Ternak Kelinci Sebagai Ternak Penghasil Daging Dan Pemenuhan Gizi Masyarakat Indonesia


Oleh: Marhadi



Kelinci merupakan salah satu jawaban terhadap pemenuhan gizi yang berasal dari hewani selain jenis ternak penghasil daging lainnya bagi masyarakat indonesia yang sampai saat ini konsumsi daging setiap masyarakat masih dibawah rata-rata standar konsumsi daging nasional, selain itu kelinci juga menjadi jawaban terhadap persoalan pemerintah mengenai pemenuhan permintaan daging didalam negeri, sehingga sudah sepatutnyalah kelinci menjadi harapan kedepan bagi pemerintah indonesia, dengan demikian juga import daging indonesia dapat ditekan yang efek positifnya nanti adalah mengurangi terhadap devisa negara, serta mengurangi ancaman peternak indonesia terhadap sumber penyakit yang berasal dari luar, seperti PMK dan antrax

Daging kelinci memiliki keunggulan yakni rendahnya kadar lemak dan kolesterol, serta kandungan lemak jenuh yang merupakan lemak esensial dalam daging kelinci memberi peluang untuk dapat dikonsumsi oleh penggemar daging tanpa takut akan penyakit penyakit yang berhubungan dengan lemak atau cholesterol tinggi. Selain itu daging kelinci dapat dikonsumsi untuk asupan kalsium karena dapat menghasilkan daging dengan kadar kalsium lebih ditingkatkan, maka promosi budidaya kelinci perlu digalakkan kembali tidak saja di tingkat peternak kecil namun juga pada skala industri.

Kelinci merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial sebagai penyedia daging, karena pertumbuhan dan reproduksinya yang cepat. Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8– 10 ekor anak dan pada umur 8 minggu, bobot badannya dapat mencapai 2 kg atau lebih. Secara teoritis, seekor induk kelinci dengan berat 3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas per tahun (FARREL dan RAHARJO, 1984). Berdasarkan bobotnya, kelinci ternakan pada umur dewasa dibedakan atas tiga tipe, yaitu kecil (small and dwarf breeds), sedang atau medium ( medium breeds), dan berat ( giant breed). Kelinci tipe kecil berbobot antara 0,9-2,0kg, tipe sedang berbobot 2,0-4,0kg, dan tipe berat berbobot 5-8kg ( Sarwono, 2004).

Dilihat dari komposisi kimianya, daging kelinci mempunyai kualitas yang baik. Kadar protein daging kelinci cukup tinggi yaitu 20% dan setara dengan daging ayam (SHAVER yang disitasi oleh FARREL dan RAHARJO, 1984), bahkan proteinnya bisa mencapai 25% (ENSMINGER et al., 1990), sedangkan kadar lemak, kolesterol dan energinya rendah dibandingkan daging dari ternak lain (DIWYANTO et al., 1985). OUHAYOUN (1998) menyatakan bahwa daging kelinci mempunyai kadar kolesterol yang rendah yaitu 50 mg/100 g dan lemak kelinci relatif kaya asam lemak esensial. Melalui manipulasi pakan, daging kelinci dapat ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan 50% kadar lisin dari ransum kontrol, mampu menurunkan kadar kolesterol daging sebesar 8% (LESTARI et al., 2004), sedangkan penambahan sebesar 20% lisin dari ransum kontrol dapat meningkatkan kadar kalsium daging sampai sekitar 27% (WAHYUNI et al., 2005).


Pustaka:

Dwiyanto K., R. Sunarlin dan P. Sitorus. 1985. Pengaruh Persilangan terhadap Karkas dan Preferensi Daging Kelinci Panggang. J. Ilmu dan Peternakan 1(10): 427-430

Ensminger, M.E., J.E. Oldfield dan W. Heinemann. 1990. Feed Nutrition. 2nd Ed, The Ensminger Publishing Co., Clovis.

Farrel, D. J. dan Y.C. Raharjo. 1984. Potensi ternak Kelinci sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor

Lestari, C.M.S., E. Purbowati dan T. Santosa. 2004. Budidaya Kelinci Menggunakan Pakan Limbah Industri Pertanian sebagai Salah Satu Alternatif Pemberdayaan Petani Miskin. Pros. Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna. Kersajama antara BPTP, UNRAM, BPM dan Bappeda NTB.

Ouhayoun, J. 1998. Influence of the diet on rabbit meat quality. Dalam: DE BLASS, C. dan J. WISEMAN (Ed). The Nutrition of the Rabbit. CABI Publishing New York. hlm. 177-195.

Sarwono, B. 2004. Kelinci Potong dan Hias. Cetakan ke-4. Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta.

Wahyuni, H.I., C.M. Sri Lestari, L. Susandari dan T.Z. Nasikhah. 2005. Pemberian Berbagai Aras Lisin Dalam Ransum Terhadap Profil Daging Kelinci. Disajikan pada Seminar Nasional Assosiasi Ahli Ilmu Nutrisi Indonesia (AINI) V, Malang, 10 Agustus 2005. (Inpress)

azolla

Potensi Azolla (Azolla Pinnata) sebagai Pakan Berbasis Lokal


Oleh: Marhadi



Kebutuhan para peternak akan pemenuhan pakan ternak membuat pemerintah berupaya melakukan impor bahan pakan diantaranya jagung, kedelai, tepung ikan dan lain sebagainya sehingga lambat laun harganya semakin mahal dan para peternak tidak bisa menutupi output yang semakin besar yang akan dikeluarkan.hal itu tercermin pada saat terjadi resesi ekonomi pada tahun 1997 dimana banyaknya jumlah para peternak yang tidak bisa meneruskan usaha peternakannya dan terpaksa harus menutupi usahanya tersebut akibat melonjaknya harga pakan import.

Sebagai alternatif yang bisa memecahkan persoalan mengenai pakan, kita didorong untuk berpikir kreatif dan berusaha menggali, serta mendayagunakan segala potensi yang ada guna memecahkan persoalan tersebut diantaranya dengan memanfaatkan potensi pakan lokal sebagi pakan ternak, pakan lokal tersebut tentu saja harus memenuhi kriteria baik ditinjau dari aspek nutrisi, ekonomi, sosial budaya, dan haruslah pula memperhatikan tingkat keberlanjutannya sehingga dapat menjadi sumber bahan pakan yang terus tersedia, murah, mudah didapatkan, tidak menimbulkan polusi, dan masih sesuai dengan budaya masyarakat, sehingga nantinya mudah untuk diterima dikalangan masyarakat tersebut.

Pakan lokal adalah sumber bahan pakan yang keberadaannya berada diIndonesia dan berada disekitar masyarakat peternak yang jumlahnya sumber bahan pakan tersebut bisa memenuhi sebagai sumber bahan pakan. Sumbar bahan pakan lokal tersebut salah satu diantaranya adalah Tanaman Azzolla yang keberadaannya sering dijumpai dimasyarakat, terutama terdapat pada tanaman padi sawah, tanaman ini dapat digunakan sebagai pupuk hijau (PUJO), pakan ternak seperti Pseudoruminansia( Kelinci, kuda dll), ternak ruminansia(Kambing, sapi, domba, dll), ternak non ruminansia (ayam, bebek, itik, angsa dll) monogastrik (babi) dan dapat pula dimanfaatkan sebagi pakan ikan(lele, patin, nila, bawal dll).

Azolla adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung banyak terdapat di perairan yang tergenang terutama di sawah-sawah dan di kolam, mempunyai permukaan daun yang lunak mudah berkembang dengan cepat dan hidup bersimbosis dengan Anabaena azollae yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara. Azolla pinnata merupakan tumbuhan kecil yang mengapung di air, terlihat berbentuk segitiga atau segiempat. Azolla berukuran 2-4 cm x 1 cm, dengan cabang, akar rhizoma dan daun terapung. Akar soliter, menggantung di air, berbulu, panjang 1-5 cm, dengan membentuk kelompok 3-6 rambut akar. Daun kecil, membentuk 2 barisan, menyirap bervariasi, duduk melekat, cuping dengan cuping dorsal berpegang di atas permukaan air dan cuping ventral mengapung. DiIndonesia Azolla dikenal dengan nama Mata lele, sedangkan nama lokal azolla adalah mata lele (Jawa), kayu apu dadak, kakarewoan (Sunda) keberadaannya secara alami memang melimpah, namun tidak mendapat perhatian yang baik.

Tanaman azolla tersebar luas di daerah persawahan padi, tumbuh pada permukaan air, cepat dapat menutup permukaan air, namun tidak mengganggu pertumbuhan padi. Azolla tumbuh cepat, produksinya tinggi dan tersedia sepanjang tahun sehingga potensial sebagai bahan pakan kelinci, yang dapat diberikan segar maupun dalam bentuk kering. Berdasarkan hasil penelitian SASKIARDI (1986), azolla dapat digunakan sebagai pengganti kacang hijau dalam ransum kelinci Lokal sampai sebanyak 10%, tanpa mempengaruhi bobot badan, maupun persentase karkasnya. Pertambahan bobot hidup harian yang diperoleh dari penggantian kacang hijau dengan azolla sebanyak 2,5; 5; 7,5 dan 10% berturut-turut 11,64; 9,29; 8,71 dan 6,85 g dengan persentase karkas sebesar 49,69; 52,28; 54,07 dan 50,69%. Penelitian lain menggunakan Azolla microphylla yang dibuat konsentrat protein daun (KPD) sebagai sumber lisin alami untuk kelinci telah dilakukan oleh LESTARI, et al. (1997).

Azolla sangat kaya akan protein, asam amino penting, vitamins ( vitamin A, Vitamin B12 Dan Beta- Carotene), perantara Penyelenggara Pertumbuhan Dan Mineral seperti kalsium, fosfor, kalium, besi, tembaga, magnesium dan lain lain. Pada keadaan kering mengandung 25- 35 persen protein, 10- 15 persen mineral dan 7- 10 persen asam amino, unsur bio-active dan bio-polymers, Karbohidrat dan kadungan lemak azolla sangat rendah. Komposisi Bahan gizinya membuat azolla sebagai bahan pakan yang efektif dan efisien untuk ternak, ternak dengan mudah mencerna azolla, oleh karena berhubungan dengan kandungan proteinnya yang tinggi dan kandungan lignin yang rendah, dan pertumbuhan ternak lebih cepat, selain itu adalah mudah dan ekonomi untuk dikembangbiakkan (P. Kamalasanana Pillai, et al. 2002). Protein kasar yang ditemukan oleh Sreemannaryana et Al. ( 1993) dan Subudhi Dan Singh ( 1977); Fujiwara et Al. ( 1947). Singh ( 1977) melaporkan bahwa protein kasar pada Azolla berubah-ubah dari 25-37.36 persen.

Kandungan estrak eter Azolla adalah 3.47 persen. Meskipun demikian komposisi dapat berubah-ubah, tetapi hasil serupa telah dilaporkan oleh Subudhi& Singh ( 1977) dan Sreemannaryana et Al. ( 1993). Tetapi variasi pada nilai ekstrak eter telah dilaporkan oleh Ali Dan Lesson ( 1995) dan Querubin et Al. (1986B). Mereka menemukan 1.58 dan 2.63 persen ekstrtak eter. Pada sisi lain, Buckingham et Al. ( 1978) dan Fujiwara et Al. ( 1947) melaporkan bahwa kandungan ekstrak eter pada azolla adalah 5.1 dan 4.4 persen. Tingkatan Serat kasar tepung Azolla adalah 15.71 persen. Hasil tersebut serupa dengan pengamatan Querubin et Al. ( 1986B) mengenai Azolla Pinnata.

Dari berbagai penelitian tersebut sudah semakin nyata bahwasanya azolla memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan diindonesia sebagai sumber bahan pakan apabila dilihat dari kandungan nutriennya, kemampuan berkembang biaknya dan kegunaannya sebagai bahan pakan dapat meningkatkan bobot potong kelinci, dengan demikian pula dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap pemanfaatan azolla sebagai pakan ternak, misalnya campuran ransum ayam, babi, sapi domba atau kambing.


Pustaka:

Ali, M.A. and S. Leeson, 1995. The nutritive value of some indigenous Asian poultry feed ingredients. Anim. Feed Sci. and Tech., 55:227-237.

Fujiwara, A., I. Tsuboi and F. Yoshida, 1947. Fixation of free Nitrogen in non-leguminious plants. Azolla pinnata (In Japaneses) Nogaku, 1:361-363.

Lestari, C.M.S., A. Muktiani, H.I. Wahyuni dan J.A. Prawoto. 1997. Evaluasi Azolla mycrophylla sebagai sumber lisin dan pengaruhnya terhadap penampilan karmas kelinci. Majalah Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Tahun IX (34): 1-9.

P. Kamalasanana Pillai, S. Premalatha and S. Rajamony. 2002 “AZOLLA – A sustainable feed substitute for livestock Volume 4 number 1” published in LEISA India

Querubin, L. J., P. F. Alcantara and A. O. Princesa, 1986b Chemical composition of three Azolla species (A. pinnata, A. Caroliniana and A. microphylla) and feeding value of Azolla meal (A. microphylla) in broiler ration. Philippines Agriculturist (Philippines), 69:479-490.

Saskiardi, D. 1986. Pengaruh Pemanfaatan Tumbuhan Azolla sebagai Bahan Pengganti Kacang Hijau dalam Ransum Kelinci Lokal Jantan terhadap Bobot Karkas. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang (Skripsi Sarjana Peternakan).

Singh, P.K. and Subudhi, B.P.R. 1977. Save food, use Azolla as poultry feed. Indian Fmg. 27(1).

Sreemannaryana, D., K. Ramachandraiah, K. M. Sudarshan, N. V. Romanaiah and J. Ramaprasad, 1993. Utilization of Azolla as a rabbit feed. Indian vet. J., 70: 285-286.



Sabtu, 18 April 2009

KobaTin

Peluang Beternak Sapi Potong Di Bangka Tengah

Yudo Husodo (2005) menyatakan bahwa pengembangan subsektor peternakan memiliki arti penting dipandang dari sudut peningkatan SDM (sumber daya manusia) karena kualitas SDM sangat ditentukan oleh konsumsi protein hewani yang pada gilirannya menentukan kualitas pertumbuhan fisik dan kecerdasan bangsa disamping pendidikan dan layanan kesehatan yang baik. Lebih lanjut dinyatakan bahwa SDM lebih dominan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa dibandingkan kekayaan sumber daya alamnya.


Kabupaten Bangka Tengah dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003 berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2003 dengan luas wilayah lebih kurang 2.156,77 Km2 atau 215.677 Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka Tengah berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu dengan wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, dan Bangka Selatan. Kabupaten Bangka Tengah beriklim Tropis Type A dengan variasi curah hujan antara 72,2 hingga 410,2 mm tiap bulan untuk tahun 2005, dengan curah hujan terendah pada bulan Februari. Suhu rata-rata daerah Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Pangkalpinang menunjuk-kan variasi antara 25,70 Celcius hingga 27,70 Celcius. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 78 hingga 87 persen pada tahun 2005.

Keadaan iklim yang demikan sangat mendukung usaha peternakan, karena dari segi iklim, daerah kabupaten bangka tengah sangat cocok untuk untuk beternak sapi potong yakni kisaran suhu 25,70-27,70ºC dimana suhu yang cocok untuk peternakan sapi potong adalah 27-34ºC dengan curah hujan rata-rata 800-1500mm/tahun, sedangkan persentase kelembaban yang cocok adalah 60-80%, selain itu dari segi wilayahpun bangka tengah memiliki letak yang strategis sebagai wilayah pemasaran.

pH tanah di daerah Kabupaten Bangka Tengah mempunyai PH asam dengan rata-rata 5, kondisi pH tanah tersebut cocok untuk pertanian dimana pH yang cocok untuk pertanian adalah antara 4-9 banyak mengandung mikroba yang baik untuk pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri penghasil nitrogen pada pH lebih dari 5,5. Kebanyakan tanaman akan mengalami kerusakan bila pH tanah <>10,0 karena pH tanah akan berpengaruh langsung dan tidak langsung pada pertumbuhan tanaman

tanah yang baik bagi tanaman mempunyai pH sekitar 6,5. Aktivitas mikobia terbesar adalah pada pH tanah netral sampai sedikit masam, karena tinggi rendahnya pH akan berpengaruh pada ketersediaan unsur hara, terutama N, P, K, Ca, Mg.

Unsur nitrogen (N) bagi tanaman berfungsi dalam sintesis protein, sedangkan protein berfungsi sebagai pembangun protoplasma untuk membentuk organ–organ tanaman , Unsur fosfor (P) berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun, sedangkan Unsur kalium (K) berguna untuk menambah sintesa dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat ketebalan dinding sel dan kekuatan tangkai.

Selain itu guna memenuhi kebutuhan pakan ternak, wilayah bangka tengah cocok untuk tanaman rumput raja ataupun rumput gajah, kerena jenis rumput tersebut sangat toleran terhadap berbagai jenis tanah dan dapat tumbuh dengan curah hujan antara 1000-2000mm/tahun.

Sabtu, 11 April 2009

MarhadiNutrisi06.blogspot.com

Assalamualikum teman-teman penerima beasiswa PT Koba Tin...
Alhamdulillah kita masih diberi kesempatan untuk menebarkan kebaikan didunia ini..
harapan saya melalui blog ini kita bisa jalin komunikasi dan berbagi ilmu dan seluaruh hasil pemikiran kita, baik yang kita dapatkan dari bangku perkuliahan maupuan dari pengalaman, sehingga ilmu yang kita dapatkan dapat kita tularkan keseluruh lapisan masyarakat...
Ilmu itu tidak dilihat dari nilai, melainkan dari hati, karena nilai itu bisa didapatkan dengan mudah, berbeda dengan ilmu, ilmu yang dibarengi dengan hati InsyaAllah akan lebih bermanfaat
" Bisa menaklukkan seribu orang hebat belum tentu dapat dikatakan sebagai pemberani, tetapi bisa menaklukkan diri sendiri itulah yang dikatakan sebagai pemberani sejati"